Wahabi VS Syiah

https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2015/03/syiah-vs-wahabi.jpeg

 

Perseteruan firqah Wahabi vs Syiah dapat membantu wujudkan Israel Raya

Sebaiknya tidak menyatakan atau memfatwakan secara global (keseluruhan) bahwa suatu kelompok bukan Islam atau telah keluar dari Islam seperti , “ISIS bukan Islam”, “WAHABI bukan Islam” atau “SYIAH bukan Islam”

Namun sampaikan saja perkara-perkara yang membuat keluar dari Islam seperti contoh sabda Rasulullah bahwa orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah , penduduk Najed dari bani Tamim yang membunuh umat Islam yang dituduhnya ahlul bid’ah, syirik, berhukum dengan hukum thaghut adalah telah murtad , keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya.

Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman bahwa Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil. Kemudian ‘Umar berkata; Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!. Beliau berkata: Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur’an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target (hewan buruan). (HR Bukhari 3341)

Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim dan berasal dari daerah Najd

Telah menceritakan kepada kami Hannad bin As Sari telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash dari Sa’id bin Masruq dari Abdurrahman bin Abu Nu’m dari Abu Sa’id Al Khudri ia berkata; Ketika Ali bin Abi Thalib berada di Yaman, dia pernah mengirimkan emas yang masih kotor kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu emas itu dibagi-bagikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada empat kelompok. Yaitu kepada Aqra` bin Habis Al Hanzhali, Uyainah bin Badar Al Fazari, Alqamah bin Ulatsah Al Amiri, termasuk Bani Kilab dan Zaid Al Khair Ath Thay dan salah satu Bani Nabhan. Abu Sa’id berkata; Orang-orang Quraisy marah dengan adanya pembagian itu. kata mereka, Kenapa pemimpin-pemimpin Najd yang diberi pembagian oleh Rasulullah, dan kita tidak dibaginya? maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab: Sesungguhnya aku lakukan yang demikian itu, untuk membujuk hati mereka. Sementara itu, datanglah laki-laki berjenggot tebal, pelipis menonjol, mata cekung, dahi menjorok dan kepalanya digundul. Ia berkata, Wahai Muhammad! Takutlah Anda kepada Allah! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Siapa pulakah lagi yang akan mentaati Allah, jika aku sendiri telah mendurhakai-Nya? Allah memberikan ketenangan bagiku atas semua penduduk bumi, maka apakah kamu tidak mau memberikan ketenangan bagiku? Abu Sa’id berkata; Setelah orang itu berlaku, maka seorang sahabat (Khalid bin Al Walid) meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membunuh orang itu. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: Dari kelompok orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim 1762)

Sabda Rasululullah di atas yang artinya “mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala” (HR Muslim 1762) maksudnya mereka memahami Al Qur’an dan As Sunnah dan berkesimpulan atau menuduh kaum muslim lainnya telah musyrik (menyembah selain Allah) seperti menuduh menyembah kuburan atau menuduh berhukum dengan selain hukum Allah, sehingga membunuhnya namun dengan pemahaman mereka tersebut mereka membiarkan para penyembah berhala yang sudah jelas kemusyrikannya.

Penyembah berhala yang terkenal adalah kaum Yahudi atau yang sekarang dikenal sebagai kaum Zionis Yahudi atau disebut juga dengan freemason, iluminati, lucifier yakni kaum yang meneruskan keyakinan pagan (paganisme)

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]:101-102)

Oleh karena kesalahpahaman mereka dalam memahami Al Qur’an dan Hadits sehingga mereka menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) sehingga disebut khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.

Oleh karena kesalahpahaman mereka dalam memahami Al Qur’an dan Hadits sehingga mereka bersekutu dengan kaum yang dimurkai Allah yakni kaum Yahudi atau yang kita kenal sekarangan dengan Zionis Yahudi

Firman Allah Ta’ala yang artinya

“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)

“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)

Hamad bin Salamah meriwayatkan dari Adi bin Hatim, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ihwal ‘bukan jalannya orang-orang yang dimurkai’. Beliau bersabda, “Yaitu kaum Yahudi.’ Dan bertanya ihwal ‘bukan pula jalannya orang-orang yang sesat’. “Beliau bersabda, ‘Kaum Nasrani adalah orang-orang yang sesat.’

Dari Abu Musa al-Asy’ari , berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , “Demi Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar dari hal aku ini seseorangpun dari umat sekarang ini. Yahudi, dan tidak pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam neraka. ”

Buya Hamka menjelaskan makna hadits tersebut dalam Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982) , Juz I hal 217-218 sebagai berikut,

“dengan hadits ini jelaslah bahwa kedatangan nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai penutup sekalian Nabi (Khatimil Anbiyaa) membawa Al-Quran sebagai penutup sekalian Wahyu, bahwa kesatuan ummat manusia dengan kesatuan ajaran Allah digenap dan disempurnakan. Dan kedatangan Islam bukanlah sebagai musuh dari Yahudi dan tidak dari Nasrani, melainkan melanjutkan ajaran yang belum selesai. Maka, orang yang mengaku beriman kepada Allah, pasti tidak menolak kedatangan Nabi dan Rasul penutup itu dan tidak pula menolak Wahyu yang dia bawa. Yahudi dan Nasrani sudah sepatutnya terlebih dahulu percaya kepada kerasulan Muhammad apabila keterangan tentang diri beliau telah mereka terima. Dan dengan demikian mereka namanya telah benar-benar menyerah (muslim) kepada Tuhan. Tetapi kalau keterangan telah sampai, namun mereka menolak juga, niscaya nerakalah tempat mereka kelak. Sebab iman mereka kepada Allah tidak sempurna, mereka menolak kebenaran seorang daripada Nabi Allah.”

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda bahwa orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari Bani Tamim adalah orang-orang yang salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah sehingga menuduh muslim lainnya telah musyrik atau telah kafir atau berhukum dengan hukum thagut.

Dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah membaca al-Qur’an, sehingga ketika telah tampak kebagusannya terhadap al-Qur’an dan dia menjadi pembela Islam, dia terlepas dari al-Qur’an, membuangnya di belakang punggungnya, dan menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya musyrik”. Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai nabi Allah, siapakah yang lebih pantas disebut musyrik, penuduh atau yang dituduh?”. Beliau menjawab, “Penuduhnya”.

Jadi menuduh muslim lainnya musyrik akan sama hukumnya dengan mengatakan kepada muslim lainnya “wahai kafir” yakni kembali kepada penuduhnya karena menuduhnya disebabkan karena salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa pun orang yang berkata kepada saudaranya, ‘Wahai kafir’ maka sungguh salah seorang dari keduanya telah kembali dengan kekufuran tersebut, apabila sebagaimana yang dia ucapkan. Namun apabila tidak maka ucapan tersebut akan kembali kepada orang yang mengucapkannya.” (HR Muslim)

Contohnya orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari Bani Tamim pada masa khalifah Sayydina Ali bin Abi Thalib adalah Abdurrahman ibn Muljam

Abdurrahman ibn Muljam seorang yang sangat rajin beribadah. Shalat dan shaum, baik yang wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan rata-rata orang di zaman itu. Bacaan Al-Qurannya sangat baik. Karena bacaannya yang baik itu, pada masa Sayyidina Umar ibn Khattab ra, ia diutus untuk mengajar Al-Quran ke Mesir atas permintaan gubernur Mesir, Amr ibn Al-’Ash.

Namun, karena ilmunya yang dangkal, sesampai di Mesir ia malah terpangaruh oleh hasutan (ghazwul fikri) orang-orang Khawarij yang selalu berbicara mengatasnamakan Islam, tapi sesungguhnya hawa nafsu yang mereka turuti. Ia pun terpengaruh. Ia tinggalkan tugasnya mengajar dan memilih bergabung dengan orang-orang Khawarij sampai akhirnya, dialah yang ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Imam Sayyidina Ali ra.

Orang-orang khawarij adalah mereka yang merasa lebih pandai dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) sehingga mereka menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham)

Mereka melarang khalifah sayyidina Ali karamallahu wajhu berhukum dengan hukum buatan manusia seperti perjanjian ( tahkim / arbitrase ) dengan Sahabat Muawiyah dan menuduhnya telah kafir karena dianggap berhukum dengan thagut, berhukum dengan selain hukum Allah. Pada akhirnya mereka menganggap halal darah Sayyidina Ali karamallahu wajhu dan berujung eksekusi pembunuhan

Hal itu disebabkan mereka salah memahami firman Allah seperti yang artinya “Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS Al Maidah [5]:44).

Firman Allah pada (QS Al Maidah [5]:44) adalah ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir.

Salah satu ciri khas dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah penduduk Najed dari bani Tamim atau kaum khawarij , orang-orang yang membaca Al Qur’an tidak melampaui tenggorokannya (tidak mempegaruhi hatinya) karena salah paham sehingga berakhlak buruk adalah suka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir untuk menyerang kaum muslim

Abdullah bin Umar ra dalam mensifati kelompok khawarij mengatakan: “Mereka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir lantas mereka terapkan untuk menyerang orang-orang beriman”.[Lihat: kitab Sahih Bukhari jilid:4 halaman:197]

Padahal dengan memperhatikan asbabun nuzul (riwayat turunnya ayat) dari (QS Al Maidah [5]:44) maka kita akan mengetahui maksud atau tujuan dari ayat itu sebenarnya.

Oleh karenanya Sayyidina Ali karamallahu wajhu berkata “kalimatu haqin urida bihil batil” (perkataan yang benar dengan tujuan yang salah) ketika menanggapi semboyan kaum khawarij pada waktu itu yakni “La hukma illah lillah”, tidak ada hukum melainkan hanya dari Allah.

Al-Imam Ahmad dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dan beliau menyebutkan sebab turunnya ayat ini: “Allah Ta’ala menurunkan ayat ini berkenaan tentang dua kelompok di kalangan Yahudi di masa jahiliyyah, di mana salah satu kelompok telah menguasai yang lainnya sehingga mereka ridha…”

Imam Abu Abdillah Al-Qurthubi rahimahullah (wafat 671 H) berkata : “Adapun seorang muslim dia tidak dikafirkan walaupun melakukan dosa besar. Di sini ada yang tersembunyi, yaitu siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah subhanahu wata’ala turunkan yakni menolak Al-Quran dan menentang ucapan Rasul shalallahu ‘alaihi wasallam maka dia kafir. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Mujahid. Maka ayat ini umum dalam hal ini.

Jadi yang dimaksud tidak berhukum dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan adalah bagi orang yang menolak Al-Quran dan menentang ucapan Rasululullah shalallahu ‘alaihi wasallam yakni kaum non muslim.

Kaum muslim boleh berhukum dengan hukum buatan manusia selama isi perjanjian tidak menyalahi laranganNya atau selama tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.

Kaum muslim yang tinggal di negeri kaum kuffar pun tidak dianggap berhukum dengan hukum thaghut selama mereka menjalankan peritahNya dan menjauhi laranganNya

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda janganlah memvonis kafir atau mengeluarkan dari Islam akibat perbuatan dosa apalagi hanya karena perbedaan pemahaman atau pendapat

Dari Anas radhiyallahuanhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Tiga hal merupakan pokok iman ; menahan diri dari orang yang menyatakan Tiada Tuhan kecuali Allah. Tidak memvonis kafir akibat dosa dan tidak mengeluarkannya dari agama Islam akibat perbuatan dosa ; Jihad berlangsung terus semenjak Allah mengutusku sampai akhir ummatku memerangi Dajjal. Jihad tidak bisa dihapus oleh kelaliman orang yang lalim dan keadilan orang yang adil ; dan meyakini kebenaran takdir”.(HR. Dawud)

Al-Allamah Al-Imam Al-Sayyid Ahmad Masyhur Al-Haddad mengatakan, “ Telah ada konsensus ulama untuk melarang memvonis kufur ahlul qiblat ( ummat Islam ) kecuali akibat dari tindakan yang mengandung unsur meniadakan eksistensi Allah, kemusyrikan yang nyata yang tidak mungkin ditafsirkan lain, mengingkari kenabian, prinsip-prinsip ajaran agama Islam yang harus diketahui ummat Islam tanpa pandang bulu (Ma ‘ulima minaddin bidldloruroh), mengingkari ajaran yang dikategorikan mutawatir atau yang telah mendapat konsensus ulama dan wajib diketahui semua ummat Islam tanpa pandang bulu.

Ajaran-ajaran yang dikategorikan wajib diketahui semua ummat Islam (Ma‘lumun minaddin bidldloruroh) seperti masalah keesaan Allah, kenabian, diakhirinya kerasulan dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, kebangkitan di hari akhir, hisab ( perhitungan amal ), balasan, sorga dan neraka bisa mengakibatkan kekafiran orang yang mengingkarinya dan tidak ada toleransi bagi siapapun ummat Islam yang tidak mengetahuinya kecuali orang yang baru masuk Islam maka ia diberi toleransi sampai mempelajarinya kemudian sesudahnya tidak ada toleransi lagi.

Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan sekelompok perawi yang mustahil melakukan kebohongan kolektif dan diperoleh dari sekelompok perawi yang sama. Kemutawatir bisa dipandang dari :

1. Aspek isnad seperti hadits :

من كذب عليّ معتمدا فليتبوا مقعده من النار

” Barangsiapa berbohong atas namaku maka carilah tempatnya di neraka.”

2. Aspek tingkatan kelompok perawi seperti kemutawatiran Al-Qur’an yang kemutawatirannya terjadi di muka bumi ini dari wilayah barat dan timur dari aspek kajian, pembacaan, dan penghafalan serta ditransfer dari kelompok perawi satu kepada kelompok lain dari berbagai tingkatannya sehingga ia tidak membutuhkan isnad.

Kemutawatiran ada juga yang dikategorikan mutawatir dari aspek praktikal dan turun-temurun ( tawuturu ‘amalin wa tawarutsin ) seperti praktik atas sesuatu hal sejak zaman Nabi sampai sekarang, atau mutawatir dari aspek informasi ( Tawaturu ‘ilmin ) seperti kemutawatiran mu’jizat-mu’jizat. Karena mu’jizat-mu’jizat itu meskipun satu persatunya malah sebagian ada yang dikategorikan hadits ahad namun benang merah dari semua mu’jizat tersebut mutlak mutawatir dalam pengetahuan setiap muslim.

Vonis kufur tidak boleh dijatuhkan kecuali oleh orang yang mengetahui seluk-beluk keluar masuknya seseorang dalam lingkaran kufur dan batasan-batasan yang memisahkan antara kufur dan iman dalam hukum syari’at Islam.

Tidak diperkenankan bagi siapapun memasuki wilayah ini dan menjatuhkan vonis kufur berdasarkan prasangka dan dugaan tanpa kehati-hatian, kepastian dan informasi akurat. Jika vonis kufur dilakukan dengan sembarangan maka akan kacau dan mengakibatkan penduduk muslim yang berada di dunia ini hanya tinggal segelintir.

Demikian pula, tidak diperbolehkan menjatuhkan vonis kufur terhadap tindakan-tindakan maksiat sepanjang keimanan dan pengakuan terhadap syahadatain tetap terpelihara.

Pada kenyataan gunjang ganjing di Timur Tengah adalah akibat perseteruran antara firqah Wahabi dan Syiah

Contoh ungkapan yang sering dilontarkan firqah Wahabi untuk menyerang firqah Syiah adalah bahwa Al Qur’an firqah syiah berbeda dengan Al Qur’an kaum muslim pada umumnya

DR Yusuf Al Qardhawi dalam Fatawa Mu’ashirah menjelaskan

Mereka tetap percaya dengan Al Qur`an yang kita hafal. Mereka berkeyakinan bahwa Al Qur`an adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mushaf yang dicetak di Iran dengan mushaf yang dicetak di Mekah, Madinah dan Kairo adalah sama. Al Qur`an ini dihafal oleh anak-anak Iran di sekolah-sekolah agama (madrasah/pesantren) di sana. Para ulama Iran juga mengutip dalil-dalil Al Qur`an di dalam masalah pokok-pokok dan furu di dalam ajaran Syi’ah yang telah ditafsirkan oleh para ulama mereka di dalam kitab-kitabnya.

Jadi Al Qur’an mereka sama dengan kaum muslim pada umumnya yang berbeda adalah pemahaman mereka terhadap Al Qur’an.

Firqah Syiah adalah orang-orang yang mengaku-ngaku mengikuti ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah.

Sedangkan Firqah Wahabi adalah orang-orang yang mengaku-ngaku mengikuti Salafush Sholeh

Salah satu contoh dari firqah Syiah adalah Syiah Rafidhah

Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, Risalah Ahli Sunnah wal Jama’ah, halaman. 9-10 menyatakan, “Diantara mereka juga ada golongan Rafidhah yang suka mencaci sayyidina Abu Bakar dan ‘Umar radliallahu ‘anhum, membenci para sahabat nabi dan berlebihan dalam mencintai sayyidina ‘Ali dan anggota keluarganya radliallahu ‘anhum”

Serupa dengan apa yang disampaikan oleh Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Saya belum melihat seorang pun yang paling banyak bersaksi/bersumpah palsu (berdusta) dari Syi’ah Rafidhah.” (Adabus Syafi’i, m/s. 187, al-Manaqib karya al-Baihaqiy, 1/468 dan Sunan al-Kubra, 10/208. Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-Aqidah, 2/486)

Dari Yunus bin Abdila’la, beliau berkata: Saya telah mendengar asy-Syafi’i, apabila disebut nama Syi’ah Rafidhah, maka ia mencelanya dengan sangat keras, dan berkata: “Kelompok terjelek! (terbodoh)”. (al-Manaqib, karya al-Baihaqiy, 1/468. Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbat al-Aqidah, 2/486)

Siapakah Syiah Rafidhah ?

Imam Zaid bin Ali bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib ditanya oleh para pengikutnya yakni pasukan atau tentara yang semula mendukungnya dengan pertanyaan “Kami akan menyokong perjuangamu, namun sebelumnya kami ingin tahu terlebih dahulu sikapmu terhadap Abu Bakar Siddiq dan Umar bin Khattab di mana kedua-duanya telah menzalimi kakekmu Imam Ali bin Abi Thalib”.

Imam Zaid menjawab: “bagi saya mereka berdua adalah orang yang baik, dan saya tak pernah mendengar ucapan dari ayahku Imam Zainal Abidin tentang perihal keduanya kecuali kebaikan. Dan kalaulah saat ini saya berani melawan dan menantang perang Bani Umayyah, itu disebabkan karena mereka telah membunuh kakek saya (imam Husain bin Ali). Di samping itu, mereka telah memberanguskan kota Madinah di tengah teriknya matahari pada siang hari. Ketika itu terjadilah peperangan sengit di pintu Tiba kota Madinah. Dan tentara Yazid bin Mu’awiyah (w 63H) ketika itu telah menginjak-injak kehormatan kami, dan membunuh beberapa orang sahabat. Dan mereka menghujani mesjid dengan lemparan batu dan api”.

Setelah mendengar sikap dan jawaban Imam Zaid, para tentara Kufah meninggalkan Imam Zaid. Dan Imam Zaid berkata kepada mereka: “kalian telah menolak saya, kalian telah menolak saya”. Semenjak hari itu pasukan atau tentara yang semula mendukung Beliau dikenal dengan nama Rafidhah. Pengertian al-Rafidhah (الرافضة) adalah mereka yang menolak.

Jadi Syiah Rafidhah meninggalkan seorang penunjuk (ahli istidlal) dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasululah, Imam Zaid dan mengikuti pasukan atau tentara yang semula mendukungnya yakni mereka memahami Al Qur’an dan Hadits maupun perkataan Imam Ahlul Bait bersandarkan mutholaah (menelaah kitab) secara otodidak (shahafi) dengan akal pikiran mereka sendiri yang berakibat timbullah firqah-firqah.

Salah satu ulama Zaidiyyah, Imam Ahmad as-Syarafiy (w. 1055 H) menegaskan bahwa: “Syi’ah Zaidiyah terpecah kepada tiga golongan, yaitu: Batriyah, Jaririyah, dan Garudiyah. Dan konon ada yang membagi sekte Zaidiyah kepada: Shalihiyah, Sulaimaniyah dan Jarudiyah. Dan pandangan Shalihiyah pada dasarnya sama dengan pandangan Batriyyah. Dan sekte Sulaymaniyah sebenarnya adalah Jarririyah. Jadi ketiga sekte tersebut merupakan golongan-golongan Syi’ah Zaidiyyah pada era awal. Ketiga sekte inipun tidak berafiliasi kepada keturunan Ahlu Bait sama sekali. Mereka hanyalah sekedar penyokong berat (bekas tentara atau pasukan) imam Zaid ketika terjadi revolusi melawan Bani Umayah, dan mereka ikut berperang bersama imam Zaid”.

Begitupula menurut pendapat Dr. Samira Mukhtar al-Laitsi dalam bukunya (Jihad as-Syi’ah), ketiga sekte tersebut merupakan golongan Syi’ah Zaidiyyah di masa pemerintahan Abbasiah. Dan mayoritas dari mereka ikut serta dalam revolusi imam Zaid. Dan ketiga sekte tersebut dianggap paling progresif dan popular serta berkembang pesat pada masa itu. Dan setelah abad kedua, gerakan Syi’ah Zaidiyah yang nampak di permukaan hanyalah sekte Garudiyah. Hal ini disebabkan karena tidak ditemukannya pandangan-pandangan yang dinisbahkan kepada sekte Syi’ah Zaidiyah lainnya.

Jadi adalah sebuah fitnah jika mengaku-aku mengikuti Imam Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib namun pada kenyataannya mereka mengikuti para pendukung (bekas tentara atau pasukan) Imam Zaid

Sedangkan pengakuan firqah Wahabi yang mengaku-ngaku atau merasa mengikuti Salafush Sholeh, contohnya seperti

***** awal kutipan *****
Rasulullah bersabda “Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)

Firman Allah Ta’ala yang artinya “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah: 100)

Mereka adalah orang-orang yang paling baik, paling selamat dan paling mengetahui dalam memahami Islam. Mereka adalah para pendahulu yang memiliki keshalihan yang tertinggi (as-salafu ash-shalih).

Mereka Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Tabi’in (murid-murid Sahabat) dan Tabi’ut Tabi’in (murid-murid Tabi’in).

Rasulullah bersabda “Barang siapa berbicara tentang kandungan isi al-Qur’an dengan tanpa pengetahuan sama sekali, maka ia layak mengambil tempatnya dari neraka” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Baihaqi dll)
***** akhir kutipan *****

Apa yang mereka sampaikan adalah contoh hasutan atau ghazwul fikiri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Yahudi atau yang kita kenal sekarang dengan zionis Yahudi dengan penyalahgunaan ayat maupun hadits untuk mengajak umat Islam mengikuti pemahaman Salafush Sholeh

Salah satu fitnah akhir zaman adalah orang-orang pada masa kini (khalaf) yang mengaku-aku mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun pada kenyataannya tentu mereka tidak bertemu dengan Salafush Sholeh untuk mendapatkan pemahaman Salafush Sholeh

Perlu kita ingat bahwa nama para Sahabat tercantum pada hadits pada umumnya sebagai perawi bukanlah menyampaikan pemahaman atau hasil ijtihad atau istinbat mereka melainkan para Sahabat sekedar mengulangi kembali apa yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

Zaid bin Tsabit RA berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Semoga Allah mengelokkan rupa orang yang mendengar Hadits dariku, lalu dia menghafalnya-dalam lafadz riwayat lain: lalu dia memahami dan menghafalnya- kemudian dia menyampaikannya kepada orang lain. Terkadang orang yang membawa ilmu agama (hadits) menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya,dan terkadang orang yang membawa ilmu agama (hadits) tidak memahaminya” (Hadits ShahihRiwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Darimi, Ahmad, Ibnu Hibban,at-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir, dan imam-imam lainnya).

Dari hadits tersebut kita paham memang ada perawi (para Sahabat) yang sekedar menghafal dan menyampaikan saja tanpa memahami hadits yang dihafal dan disampaikannya.

Jadi pendapat atau pemahaman para Sahabat tidak bisa didapatkan dari membaca hadits.

Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab berkata “dan tidak boleh bagi orang awam bermazhab dengan mazhab salah seorang dari pada imam-imam di kalangan para Sahabat radhiallahu ‘anhum dan selain mereka daripada generasi awal,walaupun mereka lebih alim dan lebih tinggi darajatnya dibandingkan dengan (ulama’) selepas mereka; hal ini karena mereka tidak meluangkan waktu sepenuhnya untuk mengarang (menyusun) ilmu dan meletakkan prinsip-prinsip asas/dasar dan furu’/cabangnya. Tidak ada salah seorang daripada mereka (para Sahabat) sebuah mazhab yang dianalisa dan diakui. Sedangkan para ulama yang datang setelah mereka (para Sahabat) merupakan pendukung mazhab para Sahabat dan Tabien dan kemudian melakukan usaha meletakkan hukum-hukum sebelum berlakunya perkara tersebut; dan bangkit menerangkan prinsip-prinsip asas/dasar dan furu’/cabang ilmu seperti (Imam) Malik dan (Imam) Abu Hanifah dan selain dari mereka berdua.”

Hal yang perlu kita ingat selalu bahwa ketika orang membaca hadits maka itu adalah pemahaman orang itu sendiri bukan pendapat atau permahaman para Sahabat

Mereka yang mengaku-aku mengikuti pemahaman para Sahabat berijtihad dengan pendapatnya terhadap hadits yang mereka baca. Apa yang mereka katakan tentang hadits tersebut, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu mereka sendiri. Sumbernya memang hadits tersebut tapi apa yang mereka sampaikan semata lahir dari kepala mereka sendiri. Sayangnya mereka mengatakan kepada orang banyak bahwa apa yang mereka ketahui dan sampaikan adalah pemahaman para Sahabat.

Tidak ada yang dapat menjamin hasil upaya ijtihad mereka pasti benar dan terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Apapun hasil ijtihad mereka, benar atau salah, mereka atas namakan kepada para Sahabat. Jika hasil ijtihad mereka salah, inilah yang namanya fitnah terhadap para Sahabat.

Pada kenyataannya ajakan untuk mengikuti pemahaman Salafush Sholeh adalah ajakan untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah maupun perkataan ulama salaf (terdahulu) bersandarkan mutholaah (menelaah kitab) secara otodidak (shahafi) dengan akal pikiran mereka sendiri dan pemahamannya selalu berpegang pada nash secara dzahir atau pemahamannya selalu dengan makna dzahir dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,“Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)

Apakah orang yang otodidak dari kitab-kitab hadits layak disebut ahli hadits ?

Syaikh Nashir al-Asad menjawab pertanyaan ini: “Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam majlis-majlis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak, bukan orang alim… Para ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dlaif (lemah). Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, Sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindari kesalahan semacam ini” (Mashadir asy-Syi’ri al-Jahili 10)

Orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahannya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya sendiri menurut akal pikirannya sendiri.

Mereka adalah korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Yahudi atau yang kita kenal sekarang dengan Zionis Yahudi

Firman Allah ta’ala yang artinya,

“orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” (QS Al Maaidah [5]: 82)

Mereka terhasut untuk membuang-buang waktu atau menyibukkan diri mengulang kembali apa yang telah dikerjakan dan dihasikan oleh Imam Mazhab yang empat namun mereka tidak berkompetensi sebagai mujtahid mutlak.

Protokol Zionis yang ketujuhbelas

…Kita telah lama menjaga dengan hati-hati upaya mendiskreditkan para ulama non-Yahudi (termasuk Imam Mazhab yang empat) dalam rangka menghancurkan misi mereka, yang pada saat ini dapat secara serius menghalangi misi kita. Pengaruh mereka atas masyarakat mereka berkurang dari hari ke hari. Kebebasan hati nurani yang bebas dari paham agama telah dikumandangkan dimana-mana. Tinggal masalah waktu maka agama-agama itu akan bertumbangan…..

Salah satu upaya mengdiskreditkan Imam Mazhab yang empat adalah menyalahgunakan perkataan atau pendapat Imam Mazhab yang empat yang jsutru untuk meninggalkan apa yang telah dikerjakan dan dihasilkan oleh Imam Mazhab yang empat.

Mereka yang “kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah” secara otodidak (shahafi) meninggalkan Imam Mazhab yang empat dengan alasan seperti “kita harus mengikuti hadits shahih bukan mengikuti ulama.

Mereka mengingatkan bahwa Al-Imam Al-Syafi’i sendiri berkata, “Idza shahha al-hadits fahuwa mazhabi (apabila suatu hadits itu shahih, maka hadits itulah mazhabku)”.

Banyak kalangan yang tidak memahami dengan benar perkataan Beliau. Sehingga, jika yang bersangkutan menemukan sebuah hadits shahih yang menurut pemahaman mereka bertentangan dengan pendapat mazhab Syafi’i maka yang bersangkutan langsung menyatakan bahwa pendapat mazhab itu tidak benar, karena Imam Syafi’i sendiri mengatakan bahwa hadits shahih adalah mazhab beliau. Atau ketika seseorang menemukan sebuah hadits yang shahih, yang bersangkutan langsung mengklaim, bahwa ini adalah mazhab Syafi’i.

Imam Al-Nawawi sepakat dengan gurunya ini dan berkata, “(Ucapan Al-Syafi’i) ini hanya untuk orang yang telah mencapai derajat mujtahid madzhab. Syaratnya: ia harus yakin bahwa Al-Syafi’i belum mengetahui hadits itu atau tidak mengetahui (status) kesahihannya. Dan hal ini hanya bisa dilakukan setelah mengkaji semua buku Al-Syafi’i dan buku murid-muridnya. Ini syarat yang sangat berat, dan sedikit sekali orang yang mampu memenuhinya. Mereka mensyaratkan hal ini karena Al-Syafi’i sering kali meninggalkan sebuah hadits yang ia jumpai akibat cacat yang ada di dalamnya, atau mansukh, atau ditakhshish, atau ditakwil, atau sebab-sebab lainnya.”

Al-Nawawi juga mengingatkan ucapan Ibn Khuzaimah, “Aku tidak menemukan sebuah hadits yang sahih namun tidak disebutkan Al-Syafii dalam kitab-kitabnya.” Ia berkata, “Kebesaran Ibn Khuzaimah dan keimamannya dalam hadits dan fiqh, serta penguasaanya akan ucapan-ucapan Al-Syafii, sangat terkenal.” [“Majmu’ Syarh Al-Muhadzab” 1/105]

Asy-Syeikh Abu Amru mengatakan: ”Barang siapa menemui dari Syafi’i sebuah hadits yang bertentangan dengan mazhab beliau, jika engkau sudah mencapai derajat mujtahid mutlak, dalam bab, atau maslah itu, maka silahkan mengamalkan hal itu“

Kajian qoul Imam Syafi’i yang lebih lengkap, silahkan membaca tulisan, contohnya pada http://generasisalaf.wordpress.com/2013/06/15/memahami-qoul-imam-syafii-hadis-sahih-adalah-mazhabku-bag-2/

Mereka pada umumnya juga salah memahami pendapat seperti Imam Syaukani yang berkata: “Seseorang yang hanya mengandalkan taqlid (mengikut pandangan tertentu) seumur hidupnya tidak akan pernah bertanya kepada sumber asli yaitu “Qur’an dan Hadits”, dan ia hanya bertanya kepada pemimpin mazhabnya. Dan orang yang senantiasa bertanya kepada sumber asli Islam tidak dikatagorikan sebagai Muqallid (pengikut)”.

Mereka salah memahami perkataan Imam Syaukani yang terbatas bagi siapa saja yang mampu mencapai tingkatan mujtahid mutlak

Penjelasan tentang derajat mujtahid mutlak dan tingkatan mufti dalam madzhab As Syafi’i, silahkan baca tulisan pada http://almanar.wordpress.com/2010/09/21/tingkatan-mufti-madzhab-as-syafi’i/

Marilah kita mengikuti sunnah Rasulullah untuk menghindari firqah-firqah yang menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (as-sawadul a’zham) karena mereka salah memahami Al Qur’an dan As Sunnah.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan (menyempal), maka ia menyeleweng (menyempal) ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168).

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan: “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jama’ah adalah as-sawadul a’zham (mayoritas kaum muslim)“

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (mayoritas kaum muslim).” (HR.Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)

Mayoritas kaum muslim pada masa generasi Salafush Sholeh adalah orang-orang mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yakni para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in

Sedangkan pada masa sekarang mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) adalah bagi siapa saja yang mengikuti para ulama yang sholeh yang mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan mengikuti Imam Mazhab yang empat.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya

“Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui” (QS Fush shilat [41]:3)

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” [QS. an-Nahl : 43]

Al Qur’an adalah kitab petunjuk namun kaum muslim membutuhkan seorang penunjuk.

Al Qur’an tidak akan dipahami dengan benar tanpa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai seorang penunjuk

Firman Allah Ta’ala yang artinya “Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran“. (QS Al A’raf [7]:43)

Secara berjenjang, penunjuk para Sahabat adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Penunjuk para Tabi’in adalah para Sahabat. penunjuk para Tabi’ut Tabi’in adalah para Tabi’in dan penunjuk kaum muslim sampai akhir zaman adalah Imam Mazhab yang empat.

Salah dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah karena bukan ahli istidlal akan menimbulkan perselisihan seperti permusuhan, kebencian, saling membelakangi dan memutus hubungan sehingga timbullah firqah dalam Islam.

Perhatikanlah tulisan-tulisan mereka contohnya pada http://tukpencarialhaq.com/ maka akan dapat kita temukan bertebaran nama-nama firqah yang masing-masing merasa paling benar seperti salafi jihadi, salafi haraki, salafi Turotsi, salafi Yamani atau salafi Muqbil, salafi Rodja atau salafi Halabi, salafi Sururi, salafi Quthbi atau salafi Ikhwani dan firqah-firqah yang lain dengan nama pemimpinnya.

Contohnya pengikut Ali Hasan Al Halabi dinamakan oleh salafi yang lain sebagai Halabiyun sebagaimana contoh publikasi mereka pada http://tukpencarialhaq.com/2013/11/17/demi-halabiyun-rodja-asatidzah-ahlussunnah-pun-dibidiknya/ berikut kutipannya

***** awal kutipan *****
Kita lanjutkan sedikit pemaparan bukti dari kisah Haris, Jafar Salih dkk.
Cileungsi termasuk daerah terpapar virus Halabiyun Rodja pada ring pertama.
Tak heran jika kepedulian asatidzah begitu besar terhadap front terdepan (disamping daerah Jakarta tentunya).
Daurah-daurah begitu intensif dilaksanakan, jazahumullahu khaira. Kemarahan mereka telah kita saksikan bersama dan faktanya, amarah/ketidaksukaan ini juga mengalir deras pada sebagian dai yang menisbahkan diri dan dakwahnya sebarisan dengan kita.

Berdusta (atas nama Asy Syaikh Muqbil rahimahullah-pun) dilakukan, menjuluki sebagai Ashhabul Manhaj sebagaimana yang dilontarkan dengan penuh semangat oleh Muhammad Barmim, berupaya mengebiri pembicaraan terkait kelompok-kelompok menyimpang sampaipun Sofyan Ruray mengumumkan melalui akun facebooknya keputusan seperempat jam saja!!
****** akhir kutipan ******

Asy-Syathibi mengatakan bahwa orang-orang yang berbeda pendapat atau pemahaman sehingga menimbulkan perselisihan seperti permusuhan, kebencian, saling membelakangi dan memutus hubungan. maka mereka menjadi firqah-firqah dalam Islam sebagaimana yang Beliau sampaikan dalam kitabnya, al-I’tisham yang kami arsip pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/11/27/ciri-aliran-sesat/

****** awal kutipan *****
Salah satu tanda aliran atau firqoh sesat adalah terjadinya perpecahan di antara mereka. Hal tersebut seperti telah diingatkan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala:

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka”, (QS. 3 : 105).

“Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat”, (QS. 5 : 64).

Dalam hadits shahih, melalui Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah ridha pada kamu tiga perkara dan membenci tiga perkara. Allah ridha kamu menyembah-Nya dan janganlah kamu mempersekutukannya, kamu berpegang dengan tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai…”

Kemudian Asy-Syathibi mengutip pernyataan sebagian ulama, bahwa para sahabat banyak yang berbeda pendapat sepeninggal Nabi shallallahu alaihi wasallam, tetapi mereka tidak bercerai berai. Karena perbedaan mereka berkaitan dengan hal-hal yang masuk dalam konteks ijtihad dan istinbath dari al-Qur’an dan Sunnah dalam hukum-hukum yang tidak mereka temukan nash-nya.

Jadi, setiap persoalan yang timbul dalam Islam, lalu orang-orang berbeda pendapat mengenai hal tersebut dan perbedaan itu tidak menimbulkan permusuhan, kebencian dan perpecahan, maka kami meyakini bahwa persoalan tersebut masuk dalam koridor Islam.

Sedangkan setiap persoalan yang timbul dalam Islam, lalu menyebabkan permusuhan, kebencian, saling membelakangi dan memutus hubungan, maka hal itu kami yakini bukan termasuk urusan agama.

Persoalan tersebut berarti termasuk yang dimaksud oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam menafsirkan ayat berikut ini. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada ‘Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, siapa yang dimaksud dalam ayat, “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka”, (QS. 6 : 159)?” ‘Aisyah menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Mereka adalah golongan yang mengikuti hawa nafsu, ahli bid’ah dan aliran sesat dari umat ini.”
******* akhir kutipan *******

Habib Muhammad Rizieq Syihab menyampaikan bahwa sekte (firqoh) Wahabi maupun Syiah masing-masing terbagi kedalam 3 bagian

****** awal kutipan *****
SYIAH

Pertama, SYI’AH GHULAT yaitu Syi’ah yang menuhankan/menabikan Ali ibn Abi Thalib RA atau meyakini Al-Qur’an sudah di-TAHRIF (dirubah/ditambah/dikurangi), dan sebagainya dari berbagai keyakinan yang sudah menyimpang dari USHULUDDIN yang disepakati semua MADZHAB ISLAM. Syi’ah golongan ini adalah KAFIR dan wajib diperangi.

Kedua, SYI’AH RAFIDHOH yaitu Syi’ah yang tidak berkeyakinan seperti Ghulat, tapi melakukan penghinaan/penistaan/pelecehan secara terbuka baik lisan atau pun tulisan terhadap para Sahabat Nabi SAW seperti Abu Bakar RA dan Umar RA atau terhadap para isteri Nabi SAW seperti ‘Aisyah RA dan Hafshah RA. Syi’ah golongan ini SESAT, wajib dilawan dan diluruskan.

Ketiga, SYI’AH MU’TADILAH yaitu Syi’ah yang tidak berkeyakinan Ghulat dan tidak bersikap Rafidhah, mereka hanya mengutamakan Ali RA di atas sahabat yang lain, dan lebih mengedapankan riwayat Ahlul Bait daripada riwayat yang lain, secara ZHOHIR mereka tetap menghormati para sahabat Nabi SAW, sedang BATHIN nya hanya Allah SWT Yang Maha Tahu, hanya saja mereka tidak segan-segan mengajukan kritik terhadap sejumlah sahabat secara ilmiah dan elegan. Syi’ah golongan inilah yang disebut oleh Prof. DR. Muhammad Sa’id Al-Buthi, Prof. DR. Yusuf Qardhawi, Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili, Mufti Mesir Syeikh Ali Jum’ah dan lainnya, sebagai salah satu Madzhab Islam yang diakui dan mesti dihormati. Syi’ah golongan ketiga ini mesti dihadapi dengan DA’WAH dan DIALOG bukan dimusuhi.

WAHABI

Pertama, WAHABI TAKFIRI yaitu Wahabi yang mengkafirkan semua muslim yang tidak sepaham dengan mereka, juga menghalalkan darah sesama muslim, lalu bersikap MUJASSIM yaitu mensifatkan Allah SWT dengan sifat-sifat makhluq, dan sebagainya dari berbagai keyakinan yang sudah menyimpang dari USHULUDDIN yang disepakati semua MADZHAB ISLAM. Wahabi golongan ini KAFIR dan wajib diperangi.

Kedua, WAHABI KHAWARIJ yaitu yang tidak berkeyakinan seperti Takfiri, tapi melakukan penghinaan/penistaan/pelecehan secara terbuka baik lisan mau pun tulisan terhadap para Ahlul Bait Nabi SAW seperti Ali RA, Fathimah RA, Al-Hasan RA dan Al-Husein RA mau pun ‘Itrah/Dzuriyahnya. Wahabi golongan ini SESAT sehingga mesti dilawan dan diluruskan.

Ketiga, WAHABI MU’TADIL yaitu mereka yang tidak berkeyakinan Takfiri dan tidak bersikap Khawarij, maka mereka termasuk MADZHAB ISLAM yang wajib dihormati dan dihargai serta disikapi dengan DA’WAH dan DIALOG dalam suasana persaudaraan Islam.
***** akhir kutipan *****

Majalah dakwah Islam “Cahaya Nabawiy” Edisi no 101, Januari 2012 memuat topik utama berjudul “SYIAH-WAHABI: Dua seteru abadi” , Berikut sedikit kutipannya,

***** awal kutipan ****
“Sebenarnya ada fakta lain yang luput dari pemberitaan media dalam tragedi itu.

Peristiwa itu bermula dari tertangkapnya mata-mata utusan Darul Hadits oleh orang-orang suku Hutsi yang menganut Syiah. Selama beberapa lama Darul Hadits memang mengirim mata-mata untuk mengamati kesaharian warga Syiah. Suku Hutsi merasa kehormatan mereka terusik dengan keberadaan mata-mata ini.

Kehormatan adalah masalah besar bagi suku-suku di Jazirah Arab. Tak ayal, suku Hutsi pun menyerbu Darul Hadits sebagai ungkapan amarah mereka.

Selama beberapa hari Darul Hadits dikepung orang-orang Hutsi yang kebanyakan tergabung dalam milisi pemberontak

Dua warga Indonesia tewas dalam baku tembak, sementara yang lainnya bersembunyi di kampus. Anehnya, meskipun beberapa kali dibujuk , para mahasiswa tetap tak mau dievakuasi pihak kedutaan. Mereka berdalih bahwa diri mereka sedang berjihad melawan musuh. Doktrin yang ditanamkan kepada mahasiswa Darul Hadits cukup, sangar yakni, “Jihad terhadap syiah rafidah al-Houtsi”
***** akhir kutipan *****

Ironis sekali , mereka merasa berjihad dan memerangi sesama manusia yang telah bersyahadat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya lagi: ‘Apakah kamu yang telah membunuhnya? ‘ Dia menjawabnya, ‘Ya.’ Beliau bertanya lagi: ‘Lalu apa yang hendak kamu perbuat dengan kalimat, ‘Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah’, jika di hari kiamat kelak ia datang (untuk minta pertanggung jawaban) pada hari kiamat nanti? ‘ (HR Muslim 142)

Jika dua orang muslim saling bertemu (untuk berkelahi) dengan menghunus pedang masing-masing, maka yang terbunuh dan membunuh masuk neraka. aku pun bertanya: Wahai Rasulullah, ini bagi yang membunuh, tapi bagaimana dengan yang terbunuh? Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: Dia juga sebelumnya sangat ingin untuk membunuh temannya.(HR Bukhari 30)

Pepatah orang tua kita dahulu menyatakan: “Menang jadi arang, kalah jadi abu”. artinya mereka sama-sama dalam kerugian.

Diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Demi Allah, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai.” (HR Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Bukhari 5552) (HR Muslim 4685)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR Muslim).

Orang yang fasik adalah orang yang secara sadar melanggar larangan Rasulullah atau larangan agama sebagaimana firmanNya yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS Al Baqarah [2]:27)

Bagi orang-orang yang fasik, tempat mereka adalah neraka jahannam

Firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan adapun orang-orang yang fasik maka tempat mereka adalah jahannam” (QS Sajdah [32]:20)

Jelaslah orang-orang yang menyeru untuk berseteru , saling mencela bahkan saling membunuh di antara umat Islam adalah penyeru menuju pintu jahannam sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/03/05/penyeru-untuk-berseteru/ atau pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2014/04/04/ke-pintu-jahannam/

Sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2015/03/14/waspadai-pemecah-belah/ bahwa hasutan Zionis Yahudi untuk memecah belah umat Islam adalah dengan hasutan atau ajakan untuk “kembali kepada Islam” atau “kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah” dengan cara atau bersandarkan mutholaah (menelaah kitab) secara otodidak (shahafi) dengan akal pikiran mereka sendiri

Pada kenyataannya bahwa akibat perseteruan firqah Syiah dan firqah Wahabi yang kena getahnya adalah mayoritas kaum muslim ( as-sawadul a’dzom ) yang mengikuti Rasulullah dengan mengikuti Imam Mazhab yang empat

Hal ini lah yang kita bisa saksikan di Suriah, Libya, Irak dan bahkan sekarang di Yaman

Jadi perseteruan firqah Syiah dan Wahabi secara tidak langsung membantu atau memudahkan mewujudkan Israel Raya setelah negara-negara kaum muslim di sekitar Zionis Yahudi Israel, hancur luluh berantakan karena kaum muslim saling bunuh membunuh

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Aku lebih dahulu wafat daripada kalian, dan aku menjadi saksi atas kalian, dan aku demi Allah, sungguh telah melihat telagaku sekarang, dan aku diberi kunci-kunci perbendaharaan bumi atau kunci-kunci bumi. Demi Allah, saya tidak mengkhawatirkan kalian akan berbuat syirik sepeninggalku, namun yang justru aku khawatirkan atas kalian adalah kalian bersaing terhadap kekayaan-kekayaan bumi.” (HR Bukhari 5946)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Aku mendahului kalian ke telaga. Lebar telaga itu sejauh antara Ailah ke Juhfah. Aku tidak khawatir bahwa kalian akan kembali musyrik sepeninggalku. Tetapi yang aku takutkan ialah kamu terpengaruh oleh dunia. Kalian berlomba-lomba untuk mendapatkannya kemudian berbunuh-bunuhan, dan akhirnya kalian musnah seperti kemusnahan umat sebelum kalian”. (HR Muslim 4249)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada kaum Anshar, “sepeninggalku nanti, akan kalian jumpai sikap atsarah (sikap egoism, individualisme, orang yang mementingkan dirinya sendiri dan kelompok). Maka bersabarlah kalian hingga kalian berjumpa denganku dan tempat yang dijanjikan untuk kalian adalah telaga al-Haudl (di surga)” . (HR Bukhari 350)

Tinggalkan komentar